KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga sehingga makalah ini dapat kami selesaikan, walaupun
didalam pembuatannya ada sedikit hambatan yang kami alami. Makalah ini dibuat
untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Dufusi
Inovasi.
Ucapan
terima kasih tak lupa kami berikan kepada Bapak Ali Muhtadi yang telah memberikan
materi dan koreksi pada makalah kami, lalu kepada teman-teman satu kelompok
yang telah bisa bekerja sama sampai makalah ini selesai.
Semoga makalah ini dapat berguna
untuk semua kalangan, dan dapat menambah pengetahuan tentang Inovasi dalam
Organisasi. Sebelum dan setelahnya penulis mengucapkan terimakasih.
batusangkar,
01 januari 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL .........................................................................................
i
KATA
PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR
ISI ....................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan masalah................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Inovasi dalam Organisasi.................................................... 3
B. Kepekaan Organisasi Terhadap Inovasi ............................................... 4
C. Keputusan
Inovasi dalam Organisasi.................................................... 6
D. Proses
Inovasi dalam Organisasi 8
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
............................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 17
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hal-hal tentang inovasi dengan berorientasi pada
sasaran individual merupakan yang diharapkan menerima dan menerapkan inovasi
adalah anggota sistem sosial sebagai pribadi pada makalah ini akan dibicarakan
inovasi dalam organisasi artinya diharapkan diterima dan diterapkan inovasi
oleh organisasi. Namun demikan tetep harus kita inget bahwa pada hakikatnya
yang menjadi sasaran menerima dan menerapkan inovasi juga individu atau pribadi
tetapi sebagai anggota organisasi. Dengan demikian maka pemahaman proses keputusan
inovasi yang berorientasi pada individu tetap merupakan dasar untuk memahami
proses inovasi dalam organisasi.
Dengan memahami proses divusi inovasi dalam
organisasi akan mudah untuk memahami proses divusi inovasi pendidikan, karena
pada dasarnya pelaksana pendidikan formal adalah suatu organisasi. Pelaksana
pendidikan formal secara nasional (makro) adalah organisasi departemen
pendidikan dan kebudayaan beserta komponen-komponenya, sedangkan pelaksana
pendidikan formal secara mikro di sekolah (organisasi sekolah).
Agar dapat memperoleh gambaran yang jelas
bagaimana pelaksanaan inovasi pendidikan dan kaitannya dengan inovasi dalam
organisasi, maka pada makalah ini, berturut-turut dijelaskan tentang:
pengertian organisasi, kepekaan organisasi terhadap inovasi, tipe-tipe
keputusan inovasi dalam organisasi, dan proses inovasi dalam organisasi
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian Organisasi?
2. Bagaimanakah
kepekaan organisasi terhadap inovasi?
3. Bagaimanakah
keputusan inovasi dalam organisasi?
4. Bagaimanakah
langkah-langkah proses inovasi dalam organisasi?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui
pengertian organisasi.
2. Mengetahui
kepekaan organisasi terhadap inovasi.
3. Mengetahui
keputusan inovasi dalam organisasi.
4. Mengetahui
bagaimana langkah-langkah proses inovasi dalam organisasi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Inovasi dalam Organisasi
Sebelum
kita bahas mengenai pengertian inovasi dalam organisasi, sebelumnya kita akan
menjelaskan pengertian organisasi itu sendiri. Organisasi menurut pendapat Rogers
adalah suatu sistem yang stabil, yang merupakan perwujudan kerjasama antara
individu-individu, untuk mencapai tujuan bersama, dengan mengadakan jenjang dan
pembagian tugas tertentu. (Ibrahim, 1988 : 129). Orang membuat organisasi agar
dapat mengerjakan tugas routin dalam keadaan stabil (mantap). Adapun
syarat-syarat organisasi adalah sebagai berikut :
a. Memiliki
tujuan yang dirumuskan dengan jelas. Dengan rumusan tujuan yang jelas, akan
mempermudah untuk menentukan struktur dan fungsi organisasi tersebut.
b. Memiliki
pembagian tugas yang jelas. Suatu organisasi pasti terdiri dari beberapa posisi
yang semuanya mempunyai tanggungjawab dan tugas yang jelas. Meski memungkinkan
adanya pergantian orang dalam suatu organisasi, namun tugas dan fungsi
masing-masing posisi itu tidak berubah dan tetap pada tujuan organisasi.
c. Memiliki
kejelasan struktur otoritas (kewenangan). Tidak semua posisi dalam organisasi
memiliki kewenangan yang sama. Dan dalam pengaturan kewenangannya diperjelas
tentang pertanggung jawaban setiap posisi.
d. Memiliki
aturan dasar/umum (tujuan, syarat susunan pengurus dll.) dan aturan khusus
(perincian kegiatan, cara pembentukan pengurus dll.) atau biasa disebut dengan
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
e. Pola
hubungan informal. Organisasi yang sangat ketat, penuh dengan birokrasi kaku
dan sangat formal akan menghilangkan unsur manusiawi dalam kinerja antar
anggotanya. Maka suatu organisasi haruslah menggunakan pola informal dalam
hubungan antar anggotanya untuk menghilangkan ketegangan dan bisa lebih akrab
namun tetap bertanggung jawab satu sama lain.
Sedangkan
pengertian inovasi itu sendiri adalah suatu ide, barang, kejadian, metode, yang
dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau
sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invention maupun diskoveri
(Udin Syaefudin, 2010 : 3). Dengan
melihat secara singkat apa pengertian organisasi dan pengertian inovasi, maka
kita dapat memperoleh gambaran bahwa di dalam sebuah organisasi juga
memungkinkan terjadinya sebuah inovasi. Oleh karena itu dapat kita simpulkan
bahwa inovasi dalam organisasi adalah sesuatu hal yang baru yang berupa apapun
yang terjadi di dalam sebuah organisasi baik formal maupun organisasi informal.
Inovasi yang terjadi dalam sebuah organisasi merupakan proses kemajuan
organisasi tersebut, namun berbagai hambatan dan rintangan akan terjadi saat
inovasi itu mulai memasuki organisasi. Dengan memahami proses inovasi dalam
organisasi setidaknya akan dapat mengurangi kegoncangan organisasi dalam
melaksanakan difusi inovasi.
B.
Kepekaan
Organisasi Terhadap Inovasi
Kepekaan sebuah
organisasi terhadap munculnya inovasi dipengaruhi oleh beberapa variabel
berikut ini (Ibrahim, 1988 : 131) :
1. Ukuran suatu organisasi. Makin besar
ukuran suatu organisasi makin cepat menerima inovasi.
2. Karakteristik struktur organisasi, yang
mencakup ;
-
Sentralisasi. Kewenangan dan kekuasaan dalam organisasi dikendalikan
oleh beberapa orang tertentu. Hal ini mempunyai hubungan negatif terhadap
kepekaan organisasi.
- Kompleksitas. Artinya
suatu organisasi terdiri dari orang-orang yang memiliki keahlian dan
pengetahuan yang tinggi. Hal ini mempunyai hubungan positif terhadap kepekaan
organisasi.
- Formalitas. Artinya
organisasi ini selalu menekankan pada prosedur dan aturan-aturan baku dalam
berogranisasi. Hal ini mempunyai hubungan negatif terhadap kepekaan organisasi.
Makin formal sebuah organisasi, makin sulit menerima inovasi.
- Keakraban hubungan antar anggota. Hal ini juga jelas
mempunyai hubungan positif terhadap kepekaan organisasi. Makin akrab hubungan
antaranggota, maka makin cepat organisasi itu menerima inovasi.
- Kelenturan organisasi.
Artinya sejauh mana organisasi mau menerima sumber dari luar yang tidak ada kaitannya
secara formal. Hal ini mempunyai hubungan positif terhadap kepekaan organisasi.
Makin lentur organisasi, makin cepat organisasi itu menerima inovasi.
3. Karakteristik perorangan (pemimpin). Sikap pimpinan
terhadap inovasi memliki hubungan positif dengan kepekaan organisasi terhadap
inovasi. Ketika seorang pemimpin memiliki sikap yang terbuka terhadap inovasi
maka semakin cepat organisasi itu menerima inovasi.
4.
Karakteristik eksternal organisasi. Hal ini berkaitan dengan sistem yang di
anut oleh organisasi. Apabila organisasi tersebut menganut sistem terbuka dalam
arti mau menerima pengaruh dari luar sistem, maka organisasi tersebut akan
cepat menerima inovasi.
Selain
itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi organisasi dalam mengimplementasikan
sebuah inovasi :
a.
Life Cycle
Seperti
halnya manusia, suatu organisasi juga mengalami siklus hidup dengan berbagai
tingkatan dan perkembangan (Sperry, Mickelson, dan Hunsaker, 1977). Tingkat
perkembangan organisasi pada saat inovasi diajukan akan mempengaruhi nilai
perubahan organisasi.
b.
Culture
Semua
organisasi memiliki budaya masing-masing. Kebudayaan yang ada akan mempengaruhi
bagaimana penerimaan terhadap inovasi. Walaupun terkadang tidak selalu inovasi
dan kebudayaan yang ada pada organisasi cocok.
c.
Strategic Plan
Salah
satu aspek yang mendukung implementasi inovasi adalah adanya rencana strategis
organisasi. Ketika inovasi selaras dengan rencana strategi organisasi, maka
pelaksana inovasi mempunyai tambahan argument kuat untuk mendapatka dukungan
manajemen dan meyakinkan kelompok user.
d.
External Conditions
Akan
selalu ada kondisi eksternal yang mempengaruhi organisasi. Hal –hal semacam ini
harus juga dipertimbangkan ketika mengaplikasikan sebuah inovasi. Karena hal
tersebut akan memberikan pengaruh yang signifikan secara tidak langsung
terhadap jalannya inovasi dan organisasi.
C.
Keputusan
Inovasi dalam Organisasi
Pengambilan
keputusan dalam sebuah organisasi memiliki peran yang sangat penting, karena
dampak pemilihan keputusan tersebut akan mempengaruhi keberlangsungan
organisasi tersebut. Pengambilan keputusan yang tepat akan berpengaruh positif
bagi organisasi tersebut, sebaliknya, jika pengambilan keputusan salah, maka
justru akan merugikan organisasi itu.
Pengambilan
keputusan inovasi berbeda dengan pengambilan keputusan bukan inovasi. Pada
umumnya, pengambilan keputusan bukan inovasi memerlukan empat langkah, yaitu :
1) tersedianya berbagai alternatif tantangan kegiatan yang harus dilakukan atau
berbagai tindakan yang harus diambil. 2) tersedia rangkaian konsekuensi dari
setiap alternatif kegiatan atau tindakan yang harus diambil atau dipilih. 3)
menyusun urutan atau ranking konsekuensi dari setiap alternatif,berdasarkan
kemanfaatannya bagi organisasi, 4)memilih salah satu alternatif yang paling
menguntungkan dan paling mudah dilaksanakan. Dalam proses keputusan tersebut,
para pembuat keputusan sudah memahami berbagai alternatif dengan segala
konsekuensinya, tinggal pertimbangannya mana yang paling tepat untuk dipilih
dengan dasar da[at dilaksanakannya dan menguntungkan bagi organisasi.
Sedangkan keputusan inovasi berbeda dengan pola
tersebut, karena pada saat akan mengambil keputusan, para pengambil keputusan
dihadapkan pada berbagai kemungkinan. Mungkin mereka telah mengetahui dengan
pasti tentang inovasi yang dihadapi serta telah mengetahui segala informasi.
Tapi hal ini jarang terjadi, karena yang dikatakan inovasi adalah sesuatu yang
dirasakan atau diamati baru bagi seseorang. Artinya, mereka telah mengetahui
dengan jelas segala kemungkinan yang akan terjadi dengan berbagai alternatif,
tetapi belum mencoba, sehingga harus berani mengambil resiko. Kemungkinan
terakhir dan banyak terjadi adalah mereka dalam kondisi serba belum pasti
terhadap inovasi. Untuk menghilangkan kondisi yang serba tak tentu, maka mereka
harus mencari informasi tentang apa, mengaoa, bagaiamana inovasi yang dihadapi.
Sehingga, letak perbedaan antara keputusan inovasi dan keputusan bukan inovasi
adalah dimulai dengan adanya serba tak tentu (uncertainty).
Dalam
organisasi yang mendorong adanya inovasi adalah terjadinya kesenjangan
penampilan, yaitu jika ada perbedaan antara
apa yang ditampilkan oleh organisasi dengan apa yang menurut pengambil
keputusan harusnya terjadi. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya
kesenjangan penampilan (Ibrahim, 1988 : 135) :
a. Jika
penentuan kinerja keberhasilan penampilan suatu organisasi tidak tepat.
b. Jika
suatu organisasi ingin meningkatkan hasil produksinya atau kualitas
penampilannya.
c. Jika
terjadi perubahan dalam intern organisasi :
- Ada
pejabat baru yang membwa aturan dan harapan baru
- Perubahan
teknologi
d. Jika
terjadi perubahan di luar organisasi (ekstern) :
- Permintaan
kebutuhan atau layanan dari masyarakat berubah
- Terjadi
perubahan karena teknologi baru yang digunakan secara luas
- Terjadi
perubahan organisasi sebagai dampak adanya kerjasama dengan unit di luar
organisasi.
Dari
penjelasan di atas, tanpak bahwa kesenjangan penampilan menutut diadakannya
inovasi. Untuk menentukan inovasi mana yang yang akan digunakan, perlu
mengambil keputusan inovasi. Ada beberapa macam keputusan inovasi dalam sebuah
organisasi, yaitu :
1. Keputusan
otoritas
Keputusan
otoritas dibuat oleh seorang atau sekelompok kecil orang-orang yang sering
disebut juga sebagai “kelompok dominan” dalam suatu organisasi. Dalam hal ini
keputusan untuk menolak atau menerima inovasi dipaksakan kepada anggota
organisasi oleh para petinggi organisasi (orang yang mempunyai kekuasaan). Ada
2 macam tipe keputusan otoritas yang sering dipakai dalam organisasi formal :
a) Keputusan otoritas dengan partisipasi anggota organisasi (pendekatan
partisipatif). b) Keputusan otoritas tanpa partisipasi anggota organisasi
(pendekatan otoritatif). Contoh keputusan otoritas dengan pendekatan
otoritatif, misalnya kepala sekolah memerintahkan kepada para guru mulai
tanggal 1 juni 1988 untuk menyerahkan persiapan mengajar paling lambat dua hari
sebelum ahri persiapan mengajar itu seharusnya digunakan. Jika kepala sekolah
itu menggunakan pendekatan partisipastif, maka ia mengadakan rapat dengan para
guru untuk membicarakan bagaimana sebaiknya. Dengan menggunakan pendekatan
partisipatif, berarti memperluas sumbangan kekuatan penerapan inovasi, sehingga
mengurangi terjadinya penolakan inovasi. Dengan kata lain, para guru tidak
merasa seolah-olah dipaksa.
Kaputusan
otoritas biasanya dipandang lebih efisien karena urutan pertahapan proses
pengambilan keputusan dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat.
2. Keputusan
kolektif
Rogers dan Soemaker (1971) mendefinisikan keputusan
kolektif sebagai suatu cara yang digunakan para anggota sistem sosial untuk
menerima atau menolak inovasi dengan kesepakatan bersama dan semua anggota
harus menerima keputusan yang telah dibuat bersama tersebut. Keputusan kolektif
biasanya digunakan oleh organisasi yang dibentuk secara suka rela, misalnya
organisasi kesenian atau olahraga. Menurut Schein, ada dua hal yang menghambat dilaksanakannya
pengambilan keputusan, yaitu :
-
Anggota minoritas sering merasa tidak cukup waktu pada saat mendiskusikan hal
yang diputuskan itu, sehingga mereka belum memahami secara mendalam.
-
Kelompok minoritas menganggap bahwa dalam pemungutan suara itu terjadi dua
kelompok yang bersaing, saat ini mereka kalah dan mereka akan menunggu
kesempatan untuk berjuang mendapatkan kemenangan pada pemungutan suara di waktu
yang akan datang.
Berdasarkan
hal tersebut, maka pengambilan keputusan secara kesepakatan bersama
(musyawarah) lebih baik daripada pemungutan suara (voting).
Tipe
keputusan kolektif dapat memberikan fasilitas proses inovasi dalam beberapa
cara, antara lain :
a.
Terjadi
mekanisme umpan balik secara internal.
b.
Setiap
anggota mendapat kesempatan untuk dapat memahami akan kebutuhan inovasi.
c.
Memberikan
kemungkinan lancarnya pelaksanaan implementasi.
d.
Meningkatnya
kerja sama antar anggota dalam proses keputusan inovasi juga akan mempengaruhi
kelancaran implementasi.
Proses
keputusan inovasi secara kolektif sangat tepat digunakan dan akan efektif
apabila partisipan (anggota organisasi) merasa bahwa :
a.
Inovasi
ditempatnya bekerja relevan dengan keperluannya.
b.
Mereka
memiliki kemampuan untuk memulai dan menerapkan inovasi.
c.
Mereka
mempunyai kewenangan untuk menggunakan inovasi.
Apabila
persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka kombinasi antara tipe keputusan
kolektif dan otoritas lebih tepat digunakan.
D.
Proses
Inovasi dalam Organisasi
Proses inovasi adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh individu atau
organisasi, mulai sadar atau tahu adanya inovasi sampai menerapkan
(implementasi) inovasi. Kata proses
mengandung arti bahwa aktivitas itu dilakukan dengan memakan waktu dan setiap
saat tentu terjadi perubahan. Berapa
lama waktu yang dipergunakan selama proses itu berlangsung akan berbeda antara
orang satu atau organisasi satu dengan
yang lain tergantung kepada kepekan orang
atau organisasi terhadap inovasi.
Demikian pula selama proses inovasi itu
berlangsung akan selalu terjadi perubahan yang berkesinambungan sampai proses
itu dinyatakan berakhir.
Dalam
mempelajari proses inovasi para ahli mencoba mengidentifikasi kegiatan apa saja
yang dilakukan individu selama proses itu berlangsung serta perubahan apa saja
yang terjadi dalam inovasi, maka hasilnya diketemukan pentahapan proses
inovasi. Untuk memperluas wawasan
tentang pentahapan proses inovasi, berikut akan kami tunjukan berbagi model
pentahapan dalam proses inovasi baik yang berorientasi pada individu maupun
yang berorientasi pada organisasi.
Dari berbagai
model proses inovasi tersebut, yang akan kami bicarakan lebih terperinci dalam
buku ini adalah model (Zaltman, Duncan, Holbek, 1973) dan model Rogers 1983.
BEBERAPA MODEL PROSES INOVASI YANG
BERORIENTASI PADA INDIVIDU
1. Lavidge
& Steiner (1961)
Menyadari – mengetahui – menyukai –
memilih – mempercayai – membeli.
2. Rogers
(1962)
Menyadari – menaruh perhatian –
menilai – mencoba menerima (Adoption).
3. Colley
(1961)
Belum menyadari – manyadari –
memahami – mempercayai – menagmbil tindakan.
4. Robertson
(1971)
Presepsi tentang masalah –
manyadari – memahami – menyikapi – mengesahkan – mencoba – menerima (Adoption) – disonansi.
5. Rogers
& Shoemaker (1971)
Pengetahuan
Persuasi (sikap)
Keputusan
Menerima
Menolak
Konfirmasi
BEBERAPA MODEL PROSES INOVASI YANG
BERORIENTASI PADA ORGANISASI
1. Milo
(1971)
a. Konseptualisasi
b. Tentatif
Adopsi
c. Penerimaan
Sumber
d. Implementasi
e. Institualisasi
2. Shepard
(1967)
a. Penemu
ide
b. Adopsi
c. Implementasi
3. Hage
& Aiken (1970)
a. Evaluasi
b. Inisiasi
c. Implementasi
d. Routinisasi
4. Wilson
(1966)
a. Konsepsi
perubahan
b. Pengusulan
perubahan
c. Adopsi
dan Implementasi
5. Zaltman,
Duncan & Holbek (1973)
I.
Tahap permulaan (inisiasi)
a. Langkah
pengetahuan dan kesadaran
b. Langkah
pembentukan sikap terhadap inovasi
c. Langkah
keputusan
II.
Tahap implemantasi
a. Langkah
awal implementasi
b. Langkah
kelanjutan pembinaan
Berikut ini
diberikan uraian secara singkat proses inovasi dalam organisasi menurut
Zaltman, Duncan dan Holbek (1973).
Zalman dan
kawan-kawan, membagi proses inovasi dalam organisasi menjadi dua tahap yaitu
tahap permulaan dan implemntasi. Tiap tahap dibagi dalam beberapa langkah.
I.
Tahap
Permulaan (initation stage)
a.
Langkah
pengetahuan dan kesadaran
Jika inovasi dipandang sebagai suatu
ide, kegiatan, atau material, yang diamati baru oleh unit adopsi (penerima
inovasi), maka tahu adanya inovasi menjadi masalah pokok. Sebelum inovasi dapat
diterima oleh calon penerima harus sudah menyadari bahwa ada inovasi, dan
dengan demikian ada kesempatan untuk menggunakan inovasi dalam organisasi.
Sebagaimana telah kita bicarakan pada waktu membicarakan proses keputusan
inovasi, maka timbul masalah yang dulu tahu dan sadar ada inovasi atau merasa
butuh inovasi
Jika kita lihat kaitanya dengan
organisasi maka adanya kesenjangan penampilan (performance gaps) mendorong
untuk mencari cara-cara baru atau inovasi. Tetapi juga dapat terjadi sebaliknya
karena sadar akan adanya inovasi, maka pimpinan organisasi merasa bahwa dalam
organisasinya ada sesuatu yang ketinggalan, kemudian merubah hasil yang
diharapkan, maka terjadi kesenjangan penampilan.
b.
Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi
Dalam tahap ini anggota organisasi
membentuk sikap terhadap inovsai. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa sikap terhadap inovasi memegang peranan yang
penting untuk menimbulkan inovasi untuk
ingin berubah atau menerima inovasi. Paling tidak ada dua hal dari
dimensi sikap yang dapat ditunjukan anggota organisasi terhadap adanya inovasi
yaitu :
1) Sikap
terbuka terhadap inovasi, yaitu ditandai dengan adanya:
Ø Kemauan
anggota organisasi untuk mempertimbangkan inovasi.
Ø Mempertanyakan
inovasi (skeptic)
Ø Merasa
bahwa inovasi akan dapat meningkatkan kemampaun organisasi dalam menjalankan
fungsinya.
2) Memiliki
presepsi tentang potensi inovasi yang ditandai dengan adanya pengamatan yang
menunjukan:
Ø Bahwa
ada kemampuan bagi organisasi untuk menggunakan inovasi
Ø Organisasi
telah pernah mengalami keberhasilan pada
masa lalu dengan menggunakan inovasi
Ø Adanya
komitmen atau kemauan untuk bekerja dengan menggunakan inovasi serta siap untuk
menghadapi kemungkinan timbulnya masalah dalam penerapan inovasi.
Dalam mempertimbangkan pengaruh
dari sikap anggota organisasi terhadap proses inovasi, maka perlu
dipertimbangkan juga perubahan tingkah laku yang diharapkan oleh organisasi
formal. Akan terjadi disonansi apabila terjadi perbedaan antara sikap individu
dengan perubahan tingkah laku.
Penerima disonan
terjadi apabila anggota tidak menyukai inovasi, tetapi organisasi mengharapkan
menerima organisasi. Sedangkan penolak disonan apabila anggot amenyukai tetapi
organisasi menolak inovasi. Menurut Rogers disonansi dapat berkurang dengan dua
cara:
1)
Anggota organisasi merubah sikapnya menyesuaikan
dengan kemauan organisasi.
2)
Tidak melanjutkan menerima inovasi,
menyalah gunakan inovasi, disesuaikan dengan kemauan anggota organisasi.
Untuk
melancarkan proses inovasi , perlu mempertimbangkan berbagai variabel yang
dapat meningkatkan motivasi sert atersedianya sumber bahan pelaksana.
c.
Langkah
pengambilan keputusan
Pada langkah ini segala informasi
mengenai potensi inovasi dievaluasi.
Jika menganggap inovasi itu dapat diterima dan ia senang menerimanya maka
inovasi akan diterima dan diterapkan dalam organisasi. Demikian pula
sebalioknya, jika unit tidak menyukai dan menganggap inofasi tidak bermanfaat
maka ia akan menolak.
II.
Tahap
Implemntasi (implementation stage)
Pada
langkah ini kegiatan yang dilakukan oleh anggota organisasi ialah menerapka
inovasi, ada dua langkah yang dilakukan yaitu;
a.
Langkah awal (permulaan) implementasi
Organisasi
mencoba menerapkan sebagian inovasi. Misalnya setelah dekan memutuskan bahwa
dosen harus membuat persiapan mengajar denagn model Satuan Acara Perkuliahaan,
maka pada awal penerapannya setiap dosen diwajibkan membuat untuk satu mata
kuliah dulu, sebelum nantiny akan berlaku untuk semua mata kuliah.
b.
Langkah kelanjuta pembinaan penerapan
inovasi.
Jika
pada penerapan awal telah berhasil, para anggota telah memahami serta
memperoleh pengalaman dalam menerapkannya, maka tinggal melanjutkan dan manjaga
kelangsunganya.
Model Proses Inovasi
Rogers (1983)
TAHAP-TAHAP
PROSES INOVASI DALAM ORGANISASI
I.
Tahap Inisiasi (Permulaan)
Kegiatan
pengumpulan infromasi, konseptualisasi, dan perencanaan untuk menerima inovasi,
semuanya diarahkan untuk membuat keputusan menerima inovasi.
1. Agenda
Seting
Semua
permasalahan umum organisasi dirumuskan guna menentukan kebutuhan inovasi, dan
diadakan studi lingkungan untuk menetukan nilai potensial inovasi bagi
organisasi.
2. Penyesuaian
(matching)
Diadakan
penyesuaian antara masalah organisasi dengan inovasi yang akan digunakan,
kemudian direncanakan dan dibuat disain penerapan inovasi yang sudah sesuai
dengan masalah yang dihadapi.
II.
Tahap Implementasi
3. Re-definisi/
Re-Strukturusasi
Inovasi
dimodifikasi dan re-invensi disesuaikan situasi dan masalah organisasi.
Struktur
organisasi disesuaikan dengan inovasi yang telah dimodifikasi agar dapat
menunjang inovasi.
4. Klarifikasi
Hubungan
antara inovasi dan organisasi dirumuskan dengan sejelas-jelasnya sehingga
inovasi benar-benar dapat diterapkan sesuai yang diharapkan.
5. Rutinisasi
Inovasi
kemungkinan telah kehilangan sebagian identitasnya, dan menjadi bagian dari
kegiatan rutin organisasi. (sudah hilang ke baruannya).
Contoh
Inovasi dalam organisasi sekolah (Ibrahim, 1988 : 148):
“Timbul dan
tenggelamnya suatu inovasi yang radikal di Sekolah Menengah Atas Troy”.
Sekolah
Menengah Atas Troy, terletak di kota Troy, daerah pinggiran kota Detroit di
Mchgan. Pada bulan september tahun 1965, SMA Troy menerapkan suatu inovasi
“Pengajaran Modul”, inovasi ini merupakan perubahan yang revolusioner bagi
sekolah biasa pada masa itu. Inovasi pengajaran modul ini dikembangkan oleh
universitas Standford, dengan membagi pengajaran menjadi 24 modul, setiap modul
dapat dipelajari selama 15 menit. Penggunaan modul di kombinasikan dengan
belajar secara klasikal dengan waktu yang bervariasi: ada yang 45 menit, 60
menit atau 90 menit. Tiap siswa dapat memiliki jadwal pelajarn yang unik
(berbeda satu dengan yang lain) dan juga boleh mengambil beberapa jam
pelajaran, kira-kira 50% waktu siswa untuk belajar tidak terjadwal. Siswa harus
bertanggung jawab tentang penggunaan watu belajarnya, meskipun ia tidak tentu
masuk ke kelas. Jadwal belajar harian setiap siswa dikelola dengan komputer
oleh Universitas Stanford. Konsekuensi penggunaan komputer ternyata mempunyai
dampak yang luas, baik bagi siswa, guru, administrator, dan juga orang tua
murid.
SMA
Troy termasuk satu diantara 11 sekolah yang paling inovatif di Amerika Serikat
pada tahun 1965 dan memperoleh hadiah uang senilai $25.000,- dari yayasan
pendidikan agar digunakan mendisiminasikan inovasi itu ke sekolah yang lain.
Antara tahun 1965 sampai 1966. Dari 1000 pengunjung, mendatangi SMA Troy. Pada
umunya para pengunjung terkejut seperti halnya Roges pada waktu mengunjungi
sekolah itu pada bulan November 1965. Keadaan di SMA Troy sangat gaduh. Aula
penuh dengan siswa, banyak juga yang bergerak dari kelas satu ke kelas yang
lain. Yang lain banyak juga yang hanya bergurau, ngobrol dan merokok. Para
siswa juga tanpa menaruh perhatian terhadap tamu yang datang. Demikian pula
kurang menaruh perhatian terhadap para dosen yang datang untuk mengadakan
penelitian atau wawancara dengan guru SMA.
Pengelolaan jadwal sekolah dengan
komputer di SMA Troy menjadi sangat terkenal secara nasional, sebagai sekolah
yanng menggunakan pengelolaan administrasi inovatif. Tetapi setelah kepala
sekolah yang merintis penerapan inovasi itu diganti maka keadaannya menjadi
berubah, dan sekarang sudah tidak populer lagi, bahkan hanya bebrapa orang saja
yang masih ingat bahwa SMA Troy sebagai sekolah yang pertama kali menggunakan
sistem modul dengan pengelolaan jadwal menggunakan komputer.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Inovasi tidak
hanya terjadi dalam masyarakat terbuka dan masyarakat luas, tetapi juga terjadi
dalam sebuiah organisasi. Proses inovasi dalam sebuah organisasi memiliki
beberapa tantangan positif dan negatif, dimana diantaranya adalah kepekaan
anggota-anggota organisasi terhadap inovasi tersebut serta besar kecilnya
ukuran sebuah organisasi juga turut menentukan sulit atau tidaknya inovasi
diterima dalam sebuah organisasi tersebut.
Dalam
mengambil keputusan inovasi dalam organisasi tedapat beberapa tipe, yaitu
otoritas dan kolektif, dimana tipe otoritas memungkinkan pemimpin untuk
mengambil keputusan, sedangkan tipe kolektif lebih mengutamakan musyawarah
mufakat untuk menentukan keputusan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ibrahim. 1988. Inovasi Pendidikan. Jakarta : Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi
Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Sa’ud, Udin Syaefudin. 2010. Inovasi Pendidikan. Bandung : Penerbit
Alfabeta.
Robby Maulana Putra, http://robymaulana.blogspot.com/2011/02/inovasi-dalam-organisasi.html
diakses tanggal 02 Oktober 2012, pukul 10.03
http://lalangiran.wordpress.com/2012/02/25/implementasi-teknologi-kinerja-dalam-organisasi-part-3/ Diakses tanggal 02 Oktober 2012, pukul 10.53
bagus, informasinya, like this, salam kenal dari MPI IAINU Kebumen Jawa Tengah.
BalasHapus